Latest Post

Tampilkan postingan dengan label Fikih. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fikih. Tampilkan semua postingan

Baca Shalawat Nabi SAW Ketika Khatib Berkhutbah

Baca Shalawat Nabi SAW Ketika Khatib Berkhutbah
Assalamu ’alaikum wr. wb
Ketika khatib sudah naik mimbar, semua jamaah shalat Jumat tidak boleh saling berbicara tetapi harus menyimak dan mendengar dengan baik khutbah. Yang ingin kami tanyakan, ketika khatib dalam khutbahnya membaca ayat innallaha wamalaikatahu yushalluna ‘alan nabiy, apakah boleh jamaah mengucapkan shalawat dengan mengeraskan suaranya? Mohon penjelasannya. Atas penjelasannya kami ucapkan terima kasih.
Wassalamu ’alaikum wr. wb (Sutikno/Pemalang)

Hukum Baca Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas 7 Kali Setelah Jumatan

Hukum Baca Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas 7 Kali Setelah Jumatan
Assalamu’alaikum wr. wb
Redaksi Bahtsul Masail NU Online yang terhormat. Langsung saja, saya mau menanyakan tentang hukum membaca surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas setelah shalat Jumat sampai tujuh kali dan apa fadhilahnya? Mohon penjelasannya sesegera mungkin. Terima kasih. Wassalamu ’alaikum wr. wb. (Taufik/Makassar)

Manfaat Air

Air memiliki posisi penting dalam kehidupan. Bahkan air adalah tulang punggung makhluk hidup. Karenanya manusia dengan daya eksploitasi yang ada padanya adalah makhluk paling bertanggung jawab atas ketersediaan air untuk segenap makhluk hidup dan pelestarian kualitas air bersih itu sendiri.

Membaca Surat Al-Fatihah

1.  Wajib atas imam atau munfarid membaca Al-Fatihah pada setiap raka’at. Demikian pula atas ma’mum, wajib membaca Al-Fatihah pada waktu imam mensirkan bacaannya, seperti pada shalat dhuhur dan ‘ashar, juga pada raka’at ketiga dari shalat maghrib, dan pada raka’at ketiga dan keempat dari shalat ‘isya. Hal  ini disepakati oleh seluruh ‘ulama, berdasarkan sabda Nabi saw :  
"لا صلاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرأْ بِفاتِحَةِ الكتابِ " متفق عليه
Artinya : Tidak ada shalat bagi orang yang tidak  membaca Al-Fatihah.
Yakni Shalatnya tidak shah.

2. Adapun pada waktu imam menjaharkan bacaannya, seperti pada shalat shubuh, shalat jum’ah, juga pada raka’at pertama dan kedua dari shalat maghrib dan ‘isya  dan yang  seumpamanya, maka dalam hal ini para ulama berbeda pendapat:
a. Madzhab  Syafi’i berpendapat bahwa ma’mum tetap wajib membaca Al-Fatihah, berdasarkan hadits tadi, dan juga sabda Nabi saw:
" لا تَفْعَلُوا إِلاَّ بِأُمِّ القرآنِ" رواه البخاري وغيره
Artinya : Janganlah kamu membaca apa-apa (dibelakang imam) kecuali Al-Fatihah
b.     Sedangkan Madzhab Malikiy dan Hambaliy berpendapat bahwa ma’mum wajib mendengarkan bacaan imam, dan tidak boleh membaca apa-apa. Mereka beralasan dengan Firman Allah SWT :
]وإِذَا قُرِئَ القرآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ و أَنْصِتُوا لَعَلَّكُم تُرْحَمُونَ[  الأعراف : 204
Artinya : Dan apabila Al-Quran dibacakan, maka dengarkanlah baik-baik, serta berdiamlah agar kamu mendapat rahmat.

Menurut imam Ahmad, ayat ini diturunkan mengenai bacaan imam. Juga dengan sabda Nabi saw :
" و إذا قَرَأ فَأَنْصِتُوا " رواه مسلم وأبو داود وابن ماجه
Dan jika imam membaca Al-Quran, maka hendaklah kamu berdiam.
( أحكام الإمامة والإئتمام : 336 وما بعدها مخصرا )
Catatan
         Perlu diketahui bahwa “ Basmalah ” yakni    "بسم الله الرحمن الرحيم" merupakan ayat pertama dari surat Al-Fatihah. Hal ini telah ditetapkan dalam mushhaf pertama yang ditulis pada masa Kholifah Utsman r.a. yang kemudian ditetapkan pula pada seluruh mushhaf sampai sekarang . ( تفسير المنار 1/84 ).
Karena demikian,maka seseorang wajib membaca “ Basmalah ” tatkala ia membaca surat Al-Fatihah . ( HR. Imam Ahmad , Abu Daud , An-Nasa’iy)
 (225_ 230  نيل الأوطار : 2/). Namun dalam pembacaan Basmalah ini, kadang-kadang Nabi saw menjaharkannya dan kadang mensirkannya.

( شرح الفتح الرباني :3/190)

Takbirotul Ihrom


Tidak shah shalat – baik fardlu maupun sunat – kecuali dengan mengucapkan takbir  "  الله أكبر "( HR . Bukhoriy – muslim ) . Bahkan  imam harus meninggikan suara takbirnya tanpa dipanjangkan. ( HR . Imam Ahmad dan yang lainnya ). Ketentuan ini ditegaskan oleh Imam Syafi’i dan sekaligus merupakan pilihan madzhabnya. ( Adzkar Nawawiyah : 34 ).


Nabi saw mengangkat kedua tangannya sampai batas kedua bahunya, kadang – kadang  berbarengan dengan takbir, kadang – kadang sebelum takbir atau sesudahnya. ( HR . Imam Bukhoriy dan yang lainnya ). Kemudian beliau memegang punggung tangan kirinya dengan tangan kanannya dan meletakkannya pada dadanya . ( HR. Imam Ahmad, Abu Daud, dan yang lainnya ).
Yang dibaca sesudah Takbirotul Ihram :
١. اللّهمَّ باعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كما باعَدْتَ بَيْنَ المَشْرِقِ والمَغْرِبِ، اللّهمَّ نَقِّنِي  مِنْ خَطايايَ كما يُنَقَّى الثَوْبُ الأَبْيَضُ من الدَنَسِ، اللّهمَّ اغْسِلْنِي من خَطا يايَ  بالماءِ  والثَلْجِ وَالْبَرَدِ . متفق عليه.
٢. وَجَّهْتُ وَجْهِي للذِي فَطَرَ السمَواتِ والأرْضَ، حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنا مِن المُشْرِكينَ، إنّ صَلاتِي ونُسُكِي ومَحْيايَ ومَماتِي لله ربِّ العالمينَ، لا شَرِيكَ لَهُ وبذَلكَ أُمِرْتُ، وأَنَامِن المُسْلِمينَ. رواه مسلم وأحمد وأبو داود.
٣ . سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ وبِحَمْدِكَ، تَبَارَكَ اسْمُكَ، وتَعالىَ جَدُّكَ، ولاَ إلَهَ غَيْرُكَ.روا ه مسلم       
٤. اللهُ أكبر كبيرًا، والحمدُ لله كثيرًا، وسبحانَ اللهِ بُكْرةً وأصيلاً. رواه مسلم وأبو عوانة.

٥. الحمدُ للهِ حمدًا كثيرًا طيّبًا مُبارَكًا فيه. رواه مسلم وأبو عوانة.

Niat


Pengertian Niat

Niat – menurut  arti kata – berarti maksud , dan -  menurut pengertian Syara – berarti maksud melakukan ibadah semata – mata karena Allah SWT. Ini adalah ikhlas , karena ibadah itu mengikhlaskan amal secara total semata – mata karena Allah SWT. Firman Allah SWT :

( وَمَا أُمِرُوا اِلاّ لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِينَ ) البـيّنة : 5
Dan tidaklah mereka diperintah kecuali agar mereka beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan( ketaatan )agama semata-mata karena – Nya.
Dan sabda Nabi saw :
" إِنّما الأَعْمالُ بالنِـيّةِ " رواه الأئمّة الستّتة
Semua amal perbuatan itu hanyalah tergantung kepada niat ( keikhlasan )

Dalam kaitan ini imam Mawardiy mengatakan bahwa – menurut para ulama – ikhlas itu adalah niat . ( Al-Fiqhul Islamiy : 1 / 611 ). Niat atau maksud ini didalam hati , sama sekali tidak ada kaitannya dengan pengucapan lisan. Abu Huraiah mengatakan:

" كان رسولُ الله r إِذَا قامَ إِلى الصَّلاةِ يُكَبِّرُ حِينَ يَقُومُ " متفق عليه
Rasulullah saw apabila melakukan shalat beliau bertakbir tatkala berdiri.





Hadits ini menegaskan bahwa Nabi saw tidak mengucapkan apa – apa kecuali takbir.

Adapun pengucapan niat yang sekarang masih membudaya – menurut imam Mawardiy berasal dari kesalahan sebagian orang dalam memahami perkataan   Imam   Syafi’iy :" Tidak shah shalat  kecuali dengan pengucapan ". Mereka mengira bahwa pengucapan disini pengucapan niat , padahal maksud Imam Syafi’iy pengucapan Takbirotul ihrom "  الله أكبر " lain tidak. ( Al- majmu’ : 3 / 232 ).

MASALAH SHALAT

1. Kedudukan shalat dalam Islam.
     Dalam agama Islam, shalat mempunyai kedudukan yang sangat penting. Dia merupakan rukun Islam terbesar sesudah syahadat. Bahkan shalat merupakan ‘amal perbuatan manusia yang paling pertama akan diperiksa pada hari kiamat.  Sabda Rasulullah saw.:
"إِنّ أوّلَ ما يُحاسَبُ الناسُ به يومَ القيامةِ من أعْمالِهِمْ الصلاةُ"(رواه الإمام أحمد وأصحاب السنن).
2. Hukum orang yang meninggalkan shalat.
a. Orang yang meninggalkan shalat dengan mengingkari wujubnya, maka seluruh ulama sepakat bahwa orang tersebut kafir, karena menentang    Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijm’a.
b.  Adapun orang yang meninggalkan shalat bukan karena mengingkari wujubnya, tetapi karena lalai dan malas, maka dalam hal  ini para ‘ulama berbeda pendapat. Pendapat pertama bahwa orang tersebut tetap kafir, dengan alasan sabda Rasulullah saw. Yang menyatakan bahwa antara seseorang dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.
"بَيْنَ الرَجُلِ وبَيْنَ الشِرْكِ والكُفْرِ تَرْكُ الصلاةِ ( رواه مسلم وأصحاب السنن)
Juga sabda Rasulullah saw. yang menyatakan bahwa barangsiapa meninggalkan shalat maka dia kafir.
"مَنْ تَرَكَها فَقَدْ كَفَرَ". رواه الإمام أحمد وأصحاب السنن.
         
Pendapat kedua  bahwa orang yang meninggalkan shalat karena lalai dan malas itu berdosa besar tidak sampai kufur. Pendapat ini beralasan dengan sabda Rasulullah saw:  
"خَمْسُ صَلَواتٍ كَتَبَهُنَّ اللهُ عَلى الْعِبادِ، مَنْ أَتَى بِهِنَّ كانَ لَهُ عِنْدَ اللهِ عَهْدٌ أَنْ يُدْخِلَهُ الجَنّةَ، ومَنْ لَمْ يَأْتِ بِهِنَّ فَلَيْسَ لَهُ عِنْدَ اللهُ عَهْدٌ، إِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ وإِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُ".
 رواه الإمام أحمد وأصحاب السنن إلا الترمذي.
Artinya : Ada lima kali shalat yang diwajibkan oleh Allah kepada hamba-hambaNya, barangsiapa menunaikannya maka Allah menjanjikan baginya akan memasukannya ke surga, dan barangsiapa tidak menunaikannya maka Allah tidak menjanjikan apa-apa baginya, jika Ia menghendaki disiksaNya dan jika Ia menghendaki diampuniNya.

          Ini hukuman orang yang berdosa besar, karena orang kafir tidak akan diampuni ( أحكام الإمامة الإئتمام في الصلاة : 35 وما بعدها مختصرا)
Tetapi bagaimanapun keadaannya, tetap kita harus berupaya sekuat tenaga untuk melaksanakan shalat lima ini sebaik-baiknya, dengan penuh keikhlasan, kesungguhan dan kesadaran.
Lebih-lebih kalau mengingat hadits : "ومَنْ تَرَكَها فَقَدْ كَفَرَ" itu tadi.

Pendapat pertama adalah pendapat para ulama besar yang antara lain: Sa’id bin Jubair, Ibrohim An-Nakhoiy,Al-Auza’iy, Abdullah Bin Mubarok,Ishaq Bin Rohawaih, juga  merupakan salah-satu pandangan dalam madzhab Asy-Syafi’iy, dan merupakan salah – satu riwayat dari imam Ahmad yang menjadi pilihan mayoritas ashhabnya.
Sedangkan pendapat kedua adalah pendapat para ulama Hanafiyyah dan Malikiyyah , juga merupakan pendapat yang dipilih oleh mayoritas para  ulama
Syafi’iyyah.
3. Hukum shalat berjama’ah

Menurut Madzhab Hanbaly dan mayoritas para ‘ulama Hanafiyyah,juga Ibnu Khujaimah dan Ibnu Mundir ( dari golongan Syafi’iyyah ),maka shalat berjamaah itu hukumnnya fardu ‘ain bagi laki-laki. berdasarkan pendapat ini,orang yang melakukan shalat fardu sendirian tanpa ‘udur maka ia berdosa, tetapi tetap shalatnya shah.
Mereka  beralasan dengan:
a.     Shalat berjamaah tetap diperintahkan meskipun dalam keadaan khaup atau takut musuh ,yang dilaksanakan secara bergantian ( An-Nisa : 102 ).
b.     Nabi Saw mengancam akan membakar rumah orang-orang laki-laki yang tidak melakukan shalat berjamaah.( HR. Bukhari – Muslim )
c.     Seorang orang  buta yang rumahnya agak jauh dari masjid  Nabawiy tetap tidak diizinkan melakukan shalat fardlu di rumahnya sendirian.
( HR . Ahmad, Muslim dan Abu Daud )

Sedangkan menurut mayoritas para ulama Syafi’iyyah dan sekelompok ulama lainnya, shalat berjamaah itu hukumnya fardlu kifayah bagi laki - laki.
Mereka beralasan dengan :
a.     Dalil- dalil tersebut di atas
b.     Tetapi ada hadits yang membelokkan dari pengertian fardlu a’in, yaitu sabda Rasulullah Saw.
" صَلاةُ الجماعةِ تَفْضُلُ على صلاةِ الفَذِّ بِسبْعٍ وعِشْرِينَ دَرَجَةً " رواه البخاري ومسلم
Shalat  berjamaah mengungguli shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat.
Hadits ini memberi peringatan bahwa orang yang melakukan shalat fardlu secara sendirian pun tetap mempunyai pahala. Jadi jika shalat berjamaah itu fardlu a’in niscaya shalat sendirian tidak akan dipahalai.
Tetapi bagai  manapun keadaanya,tetap shalat berjamaah itu harus dilaksanakan sebaik - baiknya dengan penuh keikhlasan, kesungguhan dan kesadaran.

 ( أحكام الإمامة  والأئتمام : 49 وما بعدها )

Zakat

 Zakat Profesi 

Perlu dipahami, bahwa  qiyas merupakan metode istimbat hukm (pengambilan hukum)
dalam ulmu ushul fiqh yang dilakukan karena ada suatu peristiwa atau kejadian
yang perlu ditetapkan hukumnya, sedang tidak ada satu nash pun yang bisa
dijadikan sandaran untuk menetapakan hukumnya, maka dicarilah peristiwa lain
yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan nash. kedua peristiwa itu mempunyai
illat (sebab hukum) yang sama.

qiyas tidak perlu dilakukan pada hukum yang telah ditetapkan secara qot'i dalam
nash, atau telah dijelaskan oleh rasulullah SAW dalam haditsnya, apakah itu
berhubungan dengan ibadah maupun muamalah.

dalam konteks zakat profesi, hasil usaha (harta yang kita dapat dari usaha)
adalah termasuk dalam pengertian harta sebagaimana yang disebut oleh Allah
dalam QS.Al-baqoroh:267 "hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian
yang baik dari (harta) yang kamu usahakan dan dari sebagian apa yang kami
keluarkan untuk kamu dari perut bumi.....". pengertian harta yang disebut Ayat
ini bersifat umum, dan oleh karenannya segala bentuk harta (sumber penghasilan
baru, yang belum ada dizaman rasul) harus diqiyaskan dengan apa yang telah
disebutkan nash atau hadits untuk ditetapkan hukumnya.

perlu diketahui, tidak satu hal pun di dunia ini yang tidak ada hukumnya,
apalagi terkait dengan harta. tidak mungkin rasul menwajibkan zakat kepada
petani sementara bagi para profesional yang penghasilan (harta)nya lebih besar
tidak ditetapkan hukumnya. Para ulama memandang, bahwa tidak disebutkannya
zakat profesi oleh rasul, karena jenis harta itu tidak ada pada masanya. dan
untuk itulah, ada metode qiyas berdasarkan nash yang telah ada. terlebih
jenis-jenis harta (penghasilan) manusia akan senantiasa berkembang dari
waktu-kewaktu, dan tidak merincinya pada waktu itu, tetapi te

rdapat nash atau
dalil bersifat umum yang bisa dijadikan dasar istibhat hukumnya.

Adapun, contoh yang akhi ajukan, seperti qiyas sa'i (dalam haji) adalah qiyas
(ijtihat) yang bathil dan tanpa ilmu. karena hal itu sudah jelas nash dan
contohnya dari rasul.


Wallahu a'lam

Jazakallah
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. PONDOK KEMPEK - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website
Proudly powered by Blogger